Table of Content
Logo GNFI

Kanker Berbahaya tetapi Bisa Dicegah

Apa yang terlintas di benak Kawan GNFI saat mendengar kata “Kanker”?

Bisa jadi, hal yang terbayang adalah penyakit yang berbahaya dan mematikan. Sebetulnya itu tidak salah, bahkan Organisasi Kesehatan Dunia alias WHO sendiri menyatakan bahwa kanker adalah salah satu penyebab utama kematian manusia, dengan hampir 10 juta angka kematian pada 2020.

Di sisi lain, Kawan GNFI juga sebetulnya tidak perlu paranoid dengan kanker. Sebab, kanker satu ini bisa dicegah dan disembuhkan. Maka dari itu, penting untuk mengenal seluk-beluk penyakit satu ini.

Mengenal Apa itu KankerVirus TencacleVirus StarVirus Orange

Pada dasarnya, kanker adalah gangguan kesehatan yang ditandai dengan pertumbuhan sel abnormal dan tidak terkendali di dalam tubuh. Sel kanker ini umumnya berkembang pada satu organ tertentu yang kemudian bisa menyebar ke bagian tubuh lainnya.

Kanker merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena dapat berujung pada berbagai macam komplikasi hingga berujung pada kematian. Di samping itu, kanker juga bisa menyerang siapa saja.

Ya, kanker tidak hanya bisa menjangkiti masyarakat usia lanjut, melainkan juga anak-anak hingga orang dewasa, laki-laki, dan perempuan.

Apa Itu KankerQuote
MenurutQuestionQuestionQuestion

Lembaga kesehatan milik Pemerintah Amerika Serikat National Cancer Institute menjelaskan bahwa penyebab kanker adalah perubahan genetik yang mengontrol fungsi sel dalam tubuh, terutama pada cara sel tumbuh dan membelah. Adapun perubahan genetik penyebab kanker yang dimaksud dapat terjadi karena kondisi berikut:

  1. Kesalahan yang terjadi saat sel membelah.
  2. Kerusakan DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) yang disebabkan oleh zat berbahaya, misalnya bahan kimia dalam asap tembakau dan sinar ultraviolet dari matahari.
  3. Gen yang diwariskan dari orang tua.

Secara alami, tubuh sebetulnya punya kemampuan untuk menghilangkan sel-sel dengan DNA yang rusak sebelum berubah menjadi kanker. Namun, kemampuan tubuh untuk melakukan hal tersebut juga akan semakin menurun seiring bertambahnya usia seseorang. Itulah mengapa risiko kanker pada usia lanjut akan lebih tinggi.

Selain faktor risiko yang berasal dari dalam tubuh dan lingkungan, kanker juga berpotensi menjangkiti seseorang yang mengidap penyakit tertentu. Salah satunya adalah HIV/AIDS yang menyebabkan sistem imun tubuh melemah sehingga tubuh mudah terinfeksi virus yang memicu kanker.

Berapa Banyak Kasus Kanker di Indonesia?

Bisa dibilang, angka pengidap kanker dewasa ini cukup mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, jumlah kasus kanker di skala global maupun Indonesia diproyeksikan akan terus meningkat tiap tahunnya. 

Badan Internasional untuk Penelitian Kanker dari WHO atau The World Health Organization’s International Agency for Research on Cancer) memprediksi peningkatan kasus kanker secara global pada tahun 2050 akan mencapai 77 persen. Tak hanya sampai di situ, ada pula kabar buruk lain, yakni peningkatan kasus kanker ini diperkirakan juga akan diikuti oleh peningkatan jumlah kematian yang diakibatkannya di seluruh dunia. 

Pada 2050, jumlah kematian akibat kanker diperkirakan akan mencapai 18,5 juta orang, meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan jumlah kematian sekitar 9,7 juta orang pada tahun 2022. Selain itu, angka kasus kanker pada usia di bawah 50 tahun di dunia juga menunjukkan peningkatan sebesar 79 persen selama tiga dekade terakhir.

Blue Virus
Title
Who memperkirakanSemakin banyak pula
Data KemenkesVirus Orange
GlobeTitle

Afrika menjadi wilayah yang diperkirakan akan mengalami peningkatan persentase kasus kanker terbesar pada tahun 2050 nanti. Peningkatannya hampir 140 persen dari 1,2 juta kasus pada tahun 2022 menjadi 2,8 juta kasus pada 2050. Sementara itu di Asia, yang sebelumnya menjadi kawasan dengan jumlah kasus kanker terbanyak di dunia, yaitu lebih dari 9,8 juta kasus pada tahun 2022, diperkirakan akan meningkat 77 persen pada tahun 2050 menjadi total 17,4 juta kasus.

World Cancer Research Fund International mengungkapkan, kanker payudara merupakan jenis kanker paling banyak terjadi di seluruh dunia. Kemudian, diikuti oleh kanker paru-paru yang menjadi kasus kanker paling umum pada pria dan kanker paling umum ke-2 pada wanita, kanker kolorektal. kanker prostat, dan kanker perut yang banyak terjadi pada pria.

Di Indonesia, merujuk pada data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tahun 2022, angka kejadian penyakit kanker di Indonesia sebesar 136 orang per 100.000 penduduk. Angka ini membawa Indonesia menempati urutan ke-8 sebagai negara dengan jumlah penderita kanker terbanyak di Asia Tenggara.

Lebih lanjut lagi, data Kemenkes mengungkapkan. prevalensi kanker tertinggi di Indonesia ada di provinsi DI Yogyakarta (4,86 per 1000 penduduk), diikuti Sumatra Barat (2,47 79 per 1000 penduduk) dan Gorontalo (2,44 per 1000 penduduk).

Dari sekian banyak jenis kanker yang ada, kanker paru-paru menjadi penyumbang kasus tertinggi di Indonesia. Untuk laki-laki, angka pengidap kanker paru-paru diketahui mencapai 19,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 10,9 per 100.000 penduduk. Di urutan kedua, kanker hati menyumbang angka sebesar 12,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 7,6 per 100.000 penduduk. 

Sementara itu, angka kejadian untuk perempuan yang tertinggi adalah kanker payudara yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk. Diikuti kanker leher rahim (serviks) sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk. Sementara itu, jenis kanker yang paling banyak diderita oleh pria adalah kanker paru, prostat, kolorektal, perut, dan hati. Sementara itu, pada wanita umumnya berupa kanker payudara, kolorektal, paru-paru, serviks, dan tiroid.

Jangan Lupa Deteksi Dini

Meski berbahaya, kanker masih bisa disembuhkan apabila terdeteksi sejak dini serta mendapatkan penanganan medis yang tepat. Oleh karena itu pula, penting bagi masyarakat untuk melakukan deteksi dini atau skrining kanker.

Deteksi dini kanker jelas adalah kunci untuk meningkatkan peluang kesembuhan. Dengan mendeteksi kanker pada tahap awal, saat kanker masih kecil dan belum menyebar, pengobatan menjadi lebih efektif dan memiliki tingkat kesembuhan yang lebih tinggi. Sayangnya, mayoritas orang Indonesia baru memeriksa kesehatan mereka ketika kanker sudah mencapai stadium lanjut.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pun menegaskan bila kanker ini bisa dikendalikan. Namun, paling tidak seseorang harus melakukan deteksi dini sebelum terlambat.

“Kanker itu dapat dikendalikan, angka survival ratenya tinggi tapi syaratnya harus deteksi dini. Sekitar 90 persen bisa dikendalikan, kalau ditemukan pada stadium lanjut maka 90 persen akan meninggal,” kata Menkes dalam acara Fun Walk peringatan Hari Kanker Sedunia di Jakarta pada 4 Februari 2023 silam.

Kutipan.jpg

angkah awal deteksi dini ini bisa dilakukan dengan mengetahui riwayat kesehatan keluarga. Apakah ada anggota keluarga yang memiliki riwayat kanker? Jika iya, hal tersebut bisa meningkatkan risiko Kawan GNFI untuk terkena kanker jenis yang sama. 

Setelah mengetahui riwayat kesehatan keluarga, Kawan GNFI bisa mulai mencari tahu apakah ada gejala umum kanker yang muncul pada tubuh, seperti perubahan pada kulit, munculnya benjolan baru, pendarahan atau keluarnya cairan yang tidak biasa, perubahan dalam kebiasaan buang air besar atau buang air kecil, serta penurunan berat badan yang tidak disengaja. Jika mengalami salah satu dari gejala ini, segera temui dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Itu tadi adalah langkah deteksi dini yang bisa dilakukan sendiri di rumah. Apakah sudah cukup sampai di situ? Tentu saja, belum!

Kawan GNFI juga butuh melakukan deteksi dini dengan bantuan profesional. Terdapat banyak cara atau metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan kanker di tubuh seseorang.


Metode pertama adalah mamografi, yakni pemanfaatan citra sinar-X untuk memeriksa payudara. Metode ini merupakan salah satu upaya yang penting dalam deteksi dini kanker payudara, terutama pada wanita yang berisiko tinggi atau usia di atas 40 tahun. Mamografi memiliki kemampuan untuk mendeteksi perubahan kecil pada payudara yang mungkin merupakan tanda awal kanker.

Tes pencitraan untuk mendeteksi kanker tak hanya satu macam, melainkan beragam dengan kegunaannya untuk bagian tubuh yang juga berbeda-beda. Misalnya, ada CT Scan yang digunakan untuk berbagai bagian tubuh, seperti paru-paru, hati, dan perut. Kemudian, ada MRI (Magnetic Resonance Imaging) yang berperan penting dalam mendeteksi kanker otak, tulang, dan jaringan lunak. USG (Ultrasonografi) yang sering digunakan untuk pemeriksaan kesehatan janin juga kerap dimanfaatkan untuk mendeteksi kanker pada organ dalam, seperti hati, ginjal, dan kandung kemih.

Khusus untuk perempuan, terdapat dua metode  serviks pendeteksian kanker serviks dan ovarium, dua kanker yang selama ini menghantui kaum hawa. Untuk mendeteksi kanker serviks, ada metode pap smear, tes sederhana yang dilakukan dengan pengambilan sampel sel-sel dari leher rahim untuk dianalisis di bawah mikroskop. Sementara itu untuk kanker ovarium, bisa menggunakan tes darah tumor atau tes tumor marker yang bekerja dengan bermanfaat untuk menemukan antigen khusus atau protein tertentu yang mungkin dihasilkan oleh kanker. Tes darah tumor sebetulnya juga sebetulnya bisa diterapkan kepada laki-laki untuk mendeteksi kanker prostat.

Terakhir, ada pemeriksaan kolonoskopi, tindakan endoskopi yang dilakukan untuk mengecek usus besar dan rektum. Metode ini berguna untuk mendeteksi secara dini kanker usus besar dan polip yang berpotensi menjadi kanker. Perlu diingat juga, masih terdapat berbagai metode lain yang bisa diterapkan untuk deteksi dini kanker sesuai dengan jenis kankernya. 

Sekali lagi, mengenali tanda-tanda kanker dan menjalani pemeriksaan rutin adalah hal penting. Namun nyatanya, masih banyak masyarakat Indonesia yang enggan untuk memeriksakan diri karena merasa tidak siap apabila hasilnya menunjukkan bahwa ada kanker di tubuhnya. Padahal, kanker yang sudah terdeteksi sejak awal proses pengobatannya akan lebih sederhana  dan peluang untuk sembuhnya lebih besar ketimbang kanker yang sudah kronis.

Beragam Cara Mengobati Kanker

Jika hasil pemeriksaan menunjukkan hasil positif kanker, seseorang sudah jelas harus beralih ke langkah penting berikutnya: Menjalani Pengobatan.

Memang, tidak semua kanker yang telah terdeteksi dapat disembuhkan. Akan tetapi, semakin dini kanker itu ditemukan dan diobati, akan semakin besar kemungkinan penderita untuk sembuh. Ada dua tujuan pengobatan kanker menurut Yellia Mangan dalam Solusi Sehat Mencegah dan Mengatasi Kanker.

Pertama, menyembuhkan (kuratif). Pengobatan dilakukan demi membebaskan penderita dari kanker untuk selamanya. Namun, dia menekankan, penyembuhan hanya berhasil jika kanker yang diderita masih stadium dini, termasuk kanker lokoregional, penyebarannya belum meluas, dan ukurannya masih kecil.

Kedua, meringankan (paliatif). Tim medis melakukan pengobatan hanya untuk meringankan beban penderita kanker, terutama pasien yang tidak mungkin bisa sembuh. Pengobatan dilakukan untuk memperbaiki kualitas hidup, mengatasi komplikasi, dan mengurangi atau menghilangkan keluhan penderita, misalnya nyeri.

Ada berbagai metode pengobatan kanker yang biasa dilakukan tim medis. Rostia Chen dalam Solusi Cerdas Mencegah dan Mengobati Kanker membagi metode pengobatan kanker ke dalam dua kelompok: pengobatan timur dan barat.

Pengobatan timur menggunakan alat non-medis, seperti tanaman herbal, akupunktur, akupresur, homeopati, aromaterapi, terapi musik, yoga, dan meditasi. Sementara itu, terapi konvensional yang biasa digunakan para dokter dan tim medis di rumah sakit disebut pengobatan barat. 

Ada 5 metode pengobatan konvensional yang umum digunakan praktisi medis antara lain sebagai berikut:

Pembedahan

Hampir seluruh jenis kanker stadium awal bisa diobati dengan pembedahan, kadang ditambah radioterapi.

Radioterapi

Dilakukan dengan sinar laser berkekuatan tinggi untuk membakar sel-sel kanker hingga mati.

Kemoterapi

Pengobatan zat-zat kimia atau obat-obatan untuk meracuni sel Kanker. Bisa dilakukan sebagai terapi utama atau tambahan.

Terapi Hormon

Biasa digunakan untuk mengobati kanker yang yang dipicu oleh kelebihan hormon.

Terapi Bertarget

Dilakukan dengan obat-obatan untuk menghambat protein atau enzim tertentu yang mendorong pengembangbiakan dan penyebaran tumor.

1. Pembedahan

Pembedahan termasuk pengobatan tertua dan selalu menjadi rekomendasi utama para dokter selama kanker yang diderita pasien masih bisa diangkat. Hampir seluruh jenis kanker stadium awal (1—11) dapat diobati dengan pembedahan saja atau pembedahan plus radioterapi. Jenis pembedahan pun bervariasi. Dokter mungkin hanya perlu mengangkat benjolan saja atau bisa juga seluruh organ, misalnya: kanker payudara, rahim, dan prostat.

2. Radioterapi (penyinaran) 

Tindakan radioterapi dilakukan dengan menggunakan sinar laser berkekuatan tinggi untuk membakar sel-sel kanker supaya mati. Radioterapi bersifat lokal atau setempat. Jenis pengobatan ini biasanya dilakukan sebagai terapi utama atau paliatif, hanya mengurangi gejala.

Radioterapi biasa dilakukan kepada penderita kanker stadium lanjut yang sudah tidak dapat dioperasi untuk meringankan gejala, seperti mengurangi rasa sakit, menghentikan pendarahan, atau mengurangi kerusakan struktur saraf di sekitar tumor. Untuk tujuan ini, radioterapi diberikan dalam jangka pendek, misalnya sehari atau satu sampai dua minggu.

Di samping itu, radioterapi juga kerap digunakan sebagai terapi utama untuk mengecilkan tumor, lalu dilanjutkan dengan pembedahan. Pada kasus ini, radioterapi diberikan dengan interval lebih panjang, misalnya jeda 4—6 minggu. Jarak antarpengobatan yang cukup lama bertujuan untuk memberikan waktu sel-sel normal untuk memperbaiki dirinya.

Setiap sesi radioterapi biasanya berlangsung antara 1—2 menit. Pasien tidak akan merasakan sensasi apa pun saat mesin laser bekerja karena teknologi zaman sekarang sudah canggih dan aplikasi yang ada juga bermacam ragam.

3. Kemoterapi

Praktik kemoterapi melibatkan penggunaan zat kimia atau obat-obatan untuk meracuni sel kanker. Ada tiga tujuan penerapan kemoterapi. Pertama, sebagai terapi utama untuk memberantas sel-sel kanker. Kedua, sebagai terapi ajuvan (tambahan) untuk memastikan kanker sudah bersih dan tidak kembali. Tindakan ini biasanya diberikan kepada pasien yang baru menjalani pengangkatan tumor melalui pembedahan atau radioterapi.

Ketiga, kemoterapi sebagai terapi paliatif. Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi gejala penderita kanker stadium lanjut (48), ketika kanker sudah menyebar ke organ lain. Saat ini, ada lebih dari 50 obat-obatan kemoterapi yang dapat diberikan melalui infus intravena atau tablet oral. Kemoterapi intravena diberikan menggunakan sistem siklus dengan interval 3—4 minggu dalam periode 4—6 bulan.

4. Terapi Hormon

Terapi hormon biasa digunakan untuk mengobati kanker yang dipicu oleh kelebihan hormon, seperti kanker payudara atau kanker prostat.

5. Terapi Bertarget

Terapi bertarget menggunakan obat-obatan untuk menghambat protein atau enzim tertentu yang berperan penting dalam perkembangbiakan dan penyebaran tumor. Efek samping terapi ini lebih ringan daripada kemoterapi dan tidak merusak sel sehat lain di dalam tubuh.

Target terapi dapat diberikan melalui infus intravena atau melalui tablet dan pil. Contoh obat-obatan yang biasa diberikan dokter kepada penderita kanker saat terapi bertarget antara lain: trastuzumab (Herceptin) dan erlotinib (Tykerb) untuk kanker payudara serta sorafenib (Nexavar) untuk kanker hati atau ginjal.

Di antara pengobatan kanker yang telah disebutkan, biaya terapi bertarget mungkin termasuk paling mahal, sekitar 5.000 dolar AS per sesi. Selain itu, waktu pengobatan juga tidak dapat dipastikan.

Pola Hidup Sehat, Jurus Jitu Mencegah Kanker

Mencegah lebih baik daripada mengobati. Ungkapan itu agaknya perlu diresapi oleh Kawan GNFI yang memiliki awareness terhadap kanker. Dengan begitu banyak cara untuk mengobati kanker, mencegahnya tetap selalu jadi jalan terbaik.

Kunci pencegahan kanker terletak pada pola hidup. Semakin sehat pola hidup seseorang, semakin kecil kemungkinan mereka terkena penyakit ini. Hal ini disebabkan karena kanker lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal daripada faktor keturunan.

Menurut Pratiwi Astar, Humas Yayasan Kanker Indonesia, sekitar 90 persen kasus kanker disebabkan oleh faktor eksternal, sedangkan faktor genetik hanya berkontribusi sekitar 10 persen. Ini menunjukkan betapa pentingnya mengadopsi pola hidup sehat untuk menurunkan risiko terkena kanker.

"Faktor eksternal itu disebabkan oleh pola hidup, termasuk merokok, (dan jadi) perokok pasif. Maka dari itu, yang sehat-sehat ini belum tentu (sepenuhnya) sehat, karena pola hidup yang kita lakukan sekarang ini dampaknya bisa terlihat jelas 20 tahun kemudian," ujar Pratiwi pada Kamis (1/2/2024) lalu.

Illustration 1Step 1

Faktor eksternal yang paling signifikan tentu saja adalah pola hidup. Selain merokok, kebiasaan makan juga menjadi bagian penting yang perlu diperhatikan. Konsumsi makanan instan, kalengan, dan makanan olahan secara berlebihan diketahui sebagai pemicu kanker. Meskipun jenis makanan ini sangat umum dikonsumsi, bahkan oleh orang-orang muda, hal ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan dalam jangka panjang.

Pratiwi juga mengungkapkan bahwa saat ini banyak penderita kanker yang berusia di bawah 50 tahun. Kondisi ini semakin memperkuat seruan untuk menerapkan pola hidup sehat sejak dini. Langkah-langkah seperti menjaga pola makan yang seimbang, rutin berolahraga, menghindari rokok dan alkohol, serta melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala sangat disarankan.

"Pola hidup tidak sehat orang yang masih muda, misalnya 15 tahun, 15 tahun kemudian saat unur 30 sudah bisa kena (kanker)," katanya.

Mengadopsi pola hidup sehat tidak hanya bermanfaat untuk mencegah kanker, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Maka dari itu, penting bagi kita semua untuk mulai memperhatikan dan menerapkan gaya hidup sehat demi masa depan yang lebih baik dan bebas dari kanker.

Step 2Illustration 2
Dibuat oleh Good News From Indonesia
Logo GNFI